Rabu, 24 Februari 2010

Boediono dan Srimulyani

Rapat Pansus Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Kasus Bank Century dari Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum berbicara dengan anggota Pansus dari Fraksi PDIP Eva Sundari (kanan) yang duduk berdampingan dengan koleganya, Maruarar Sirait dan Hendrawan Supratikno. Sejumlah fraksi menyebut nama Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pandangan akhir yang disampaikan pada rapat pleno Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Kasus Bank Century tadi malam.

Boediono dan Sri Mulyani dinilai turut bertanggung jawab dalam dugaan pelanggaran hukum kasus Bank Century, terutama dalam kapasitas mereka sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK). Hingga pukul 00.00 WIB tadi malam, lima fraksi telah menyampaikan pandangan akhirnya, yakni Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Golkar (FPG), dan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN). Fraksi yang menyebut nama Boediono dan Sri Mulyani adalah FPDIP, FPKS, dan FPG.

Fraksifraksi tersebut juga menyimpulkan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam penanganan Bank Century mulai dari proses akuisisi atau merger, pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP), penyertaan modal sementara (PMS) atau bailoutsampai soal aliran dana. Nama Boediono dan Sri Mulyani pertama kali disebut oleh FPDIP melalui juru bicaranya Maruarar Sirait. FPDIP yang mendapat giliran kedua penyampaian pandangan akhir setelah Fraksi Partai Demokrat (FPD) menyimpulkan dugaan pelanggaran hukum terjadi dalam proses akuisisi atau merger, pemberian FPJP, bailout, dan aliran dana. “FPDIP menemukan indikasi kuat pelanggaran hukum,“ tegasnya di Gedung DPR, Jakarta. FPDIP menyatakan mantan Gubernur BI terlibat dalam dugaan pelanggaran hukum pada proses FPJP, bailout, dan aliran dana. Adapun mantan Ketua KSSK terlibat dalam kebijakan bailout.

Dalam FPJP, Maruarar menyatakan ada pelanggaran aturan internal BI dengan mengubah peraturan perbankan. Selain itu, pengajuan repo aset oleh Bank Century ditanggapi dengan pemberian FPJP, sedangkan indikasi pelanggaran dalam kebijakan bailout adalah tidak adanya pemberian data yang memadai dari BI kepada KSSK terkait perkiraan biaya penanganan Bank Century. Dalam pandangan fraksinya, Maruarar menyimpulkan tujuh nama yang dinilai bertanggung jawab adalah Boediono, Sri Mulyani, mantan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom, mantan Direktur Pengawasan I BI Sabar Anton Tarihoran, mantan Deputi Gubernur BI Anwar Nasution dan Aulia Pohan, serta mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

“FPDIP mendesak agar pihak-pihak yang diduga terlibat diusut oleh penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan kepolisian,” tegas Maruarar. Pendapat senada disampaikan FPKS. Melalui juru bicaranya, Andi Rahmat, FPKS menyatakan Boediono sebagai pihak yang terlibat dalam dugaan pelanggaran hukum pada proses FPJP dan bailout. Adapun Sri Mulyani dinilai bertanggung jawab dalam kebijakan bailout. FPKS juga menyebut nama Miranda Goeltom, mantan Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah, Deputi Gubernur BI Budi Mulya, Sekretaris KSSK Raden Pardede, serta pejabat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Rudjito dan Firdaus Djaelani.

Adapun nama pemilik Bank Century Robert Tantular dan sejumlah jajarannya dianggap terlibat dalam sejumlah dugaan pelanggaran hukum dalam proses merger/akuisisi, FPJP, dan bailout. Sementara itu, pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran hukum terkait aliran dana adalah nasabah Bank Century Amiruddin Rustan dan mantan Kepala Bank Century Cabang Makassar Rusdi Natsir. Hal itu terkait dengan pencairan dana Amirudin sejumlah Rp34,7 miliar yang semula diblokir. Indikasi pelanggaran hukum yang disebut FPKS antara lain pemberian FPJP pada 14 November 2008 tidak sesuai dengan surat edaran.

Dalam proses bailout, FPKS menilai penyaluran dana itu dilakukan secara tidak terencana sehingga jumlah kebutuhan dana talangan tidak diketahui secara pasti. Andi Rahmat menegaskan adanya indikasi perbuatan tindak pidana korupsi pada setiap dugaan pelanggaran hukum dalam kebijakan penanganan Bank Century. Senada dengan FPDIP, FPKS merekomendasikan agar lembaga penegak hukum menindaklanjuti kasus ini. “Pihak yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawabannya,” kata Andi Rahmat yang juga sebagai klien Bank Century. Penyampaian pandangan akhir agak berbeda ditunjukkan FPG.

Fraksi ini menyebut nama pihak yang bertanggung jawab dengan inisial, yakni BO untuk Boediono dan SMI untuk Sri Mulyani Indrawati. FPG memasukkan nama Boediono sebagai pihak yang terlibat dalam dugaan pelanggaran dalam FPJP terkait adanya pengubahan aturan BI. Boediono juga terlibat dalam bailout karena BI tidak memberikan informasi yang memadai. Selain itu, mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede dianggap mengintervensi BI dalam pengajuan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Adapun Sri Mulyani dinilai tidak cermat dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal.

“Karena sebenarnya tidak sistemik,” kata Ade Komarudin, juru bicara FPG. Sikap Golkar yang menyebutkan nama yang terlibat dengan inisial sempat dikritik anggota FPKS Andi Rahmat. Saat itu Ade yang membacakan pandangan akhir fraksi batuk.“Makanya jangan pakai inisial,”celetuk Andi. Di akhir pembacaan pandangannya, Ade menjelaskan inisial yang dimaksud di antaranya BO untuk Boediono dan SMI adalah Sri Mulyani Indrawati. Fraksi Partai Demokrat (FPD) yang mengawali penyampaian pandangan akhir menyatakan, keputusan penyelamatan Bank Century merupakan langkah terbaik untuk mengatasi dampak krisis lebih buruk.

Kebijakan BI dan KSSK untuk menyelamatkan Bank Century dilakukan dengan dasar perundang- undangan.“Fakta menunjukkan krisis tidak berlanjut dan Indonesia keluar dari krisis,“ kata juru bicara FPD Achsanul Qosasi. Kebijakan KSSK menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, kata Achsanul, tidak melanggar hukum karena didasarkan atas Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Menurutnya, lonjakan dana bailout dari Rp689 miliar menjadi Rp6,7 triliun karena adanya tunggakan Bank Century yang jatuh tempo. “Penambahan itu untuk normalisasi Bank Century,”tegasnya.

Selain itu, kata Achsanul, sampai kini tidak ada kerugian negara. Pasalnya dana LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Terlebih, Bank Mutiara yang sebelumnya Bank Century beroperasi dengan baik. Dia berharap tidak ada fitnah, prasangka buruk, apalagi kompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. “Kita tidak ingin mewariskan tradisi buruk ke masa mendatang,” tandasnya. Dalam pandangannya, FPD juga menyatakan tidak terbukti adanya aliran dana kepada pihak-pihak seperti tim sukses calon presiden. Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) dalam pandangannya tidak menyebutkan nama pihak yang dianggap terlibat dalam pelanggaran hukum.

Partai yang dipimpin Hatta Rajasa itu hanya mengungkapkan adanya pelanggaran hukum dalam proses akuisisi atau merger dan FPJP. Adapun dalam bailout, FPAN hanya memandang ada kelemahan.“FPAN meminta agar permasalahan ini dituntaskan tanpa satu pertanyaan pun yang tidak dijawab. Jangan sampai seperti kasus BLBI,” ujar juru bicara FPAN Asman Abnur.